Jumat, 26 Februari 2010

sejoli tanpa romansa

“Len, coba cek email yang baru saya kirim. Disitu ada draft perjanjian yang harus dibahas plus ada beberapa sketsa kasar rancangan yang bisa ditawarkan.” Begitu yang dikatakan Ibu Lianti sebelum menutup teleponnya beberapa saat lalu.
Alena melirik jam di pergelangan tangannya. Keretanya akan tiba dan berangkat sekitar pukul 18.00, jadi dia masih punya kurang lebih satu setengah jam waktu untuk terpanggang di tengah riuh para commuters yang baru pulang dari tempat kerja dan aktivitas mereka. Kereta-kereta listrik penghubung kota satu dengan yang lain tiba dan melaju silih berganti menelan dan menghamburkan penumpang. Memandangi kehidupan sekitarnya selalu menghadirkan sensasi tersendiri buat Alena.


Sebuah kereta kelas eksekutif berhenti di jalur yang tepat berada di hadapan Alena. Dari kesepuluh gerbong yang ada, Alena berada dekat dengan gerbong keempat dekat lokomotif. Beberapa penumpang mulai memadati pintu-pintu gerbong, bergegas mendapatkan tempat duduk, yang padahal sudah tertulis jelas di atas tiket mereka. Namun sepertinya mereka ingin memastikan tempat duduk yang mereka dapatkan sesuai dengan yang mereka inginkan.

Alena mendesah. Manusia.

Ia membuka laptopnya dan menghubungkan dengan koneksi internet untuk mengecek email yang dimaksudkan Bu Lianti.
‘Sialan, loadingnya lama, nih..’ umpat Alena dalam hati.

Suara tawa yang terdengar sangat renyah dan lepas membuatnya mendongak dari layar laptop, mendapati sepasang cowok dan cewek berjalan beriringan, mengobrol berdua dengan raut ekspresif. Terdengar sangat menikmati pembicaraan, seolah ramainya peron terabaikan dalam dunia mereka berdua. Tanpa kontak fisik, hanya cerita, kata-kata yang mengalir.
Alena merasa seperti melihat déjà vu. Melihat sosok dirinya saat SMA, berdua Keita berdebat sengit tentang suatu topik. Entah itu fotonya, film-film yang jadi favorit mereka, liputan Sky Chronicle bahkan sepakbola.

Tanpa sadar Alena mendesah pelan. Ia kangen sekali dengan momen itu.
Tampilan déjà vu Alena berubah kembali menjadi sepasang cowok dan cewek asing sedang larut dalam sebuah pembicaraan seru. Hingga keduanya memelankan langkah di depan gerbong di hadapan Alena.

“Masuk dulu, ya..” sayup sang gadis bicara.
Si cowok mengangguk dan membiarkan cewek itu berbalik masuk ke dalam gerbong. Ia lalu berdiri di sisi pintu gerbong yang terbuka, dua tangan dimasukkan di masing-masing saku celana.

Alena menelaah tampilan cowok yang terlihat sebaya dengannya itu. Tak jauh berbeda dengan tampilan commuters lain, kemeja lengan panjang yang dilipat hingga siku, celana khaki, rambut model crew cut. Mengingatkannya pada seseorang dalam gambaran déjà vu-nya sendiri tadi.
Cewek itu muncul kembali dari dalam gerbong, menepuk pelan bahu si cowok. Mereka kembali tenggelam dalam obrolan seru berdua, dengan si cowok berdiri di sisi peron di luar gerbang, dan si cewek yang berdiri menutupi separuh pintu gerbong. Mereka berdua tak terlalu terganggu dengan beberapa penumpang yang sesekali mendistraksi obrolan mereka dengan keluar masuk gerbong.

Dan entah kenapa Alena melihat keduanya begitu pas berdiri berhadapan. Bagai seorang pria yang hendak mengantar sang gadis pergi jauh, mengucapkan salam perpisahan, mencoba mengeluarkan sebanyak mungkin bahan pembicaraan agar tiap detik waktu mereka yang tersisa tak terbuang sia-sia. Mereka begitu pas. Semburat merah muda muncul di kedua pipi Alena saat ia kembali menundukkan pandangan ke arah layar laptop, berharap tingkah stalkernya tadi tidak ketahuan.

Email kiriman Bu Lianti sudah terpampang memenuhi layar Mac-pro nya, ia meng-copy-pastenya ke lembar kerja word, untuk melakukan sedikit pengeditan.
Sesuatu mencegahnya sign-out dari akun emailnya. Sky-wave: New Era, begitu subjek email itu terbaca.

Alena mendesah, kali ini lebih berat.
Separuh hatinya bersorak antusias bahwa kesempatan untuk bertemu teman-teman lama yang telah lama tidak ia jumpai akhirnya tiba. Namun, bila email ini dikirim pada semua alumni, ia 100% yakin Keita juga menerimanya. Perseteruan mereka di London sebelum Keita balik ke Indonesia hingga akhirnya ia hilang kontak dengannya membersitkan sedikit perasaan enggan. Ia belum siap untuk mengkonfrontasi perdebatan lain. Walau sisi hatinya yang lain mengatakan ia kangen sekali pada cowok itu. Walau hal itu tak pernah mampu ia lisankan.

Alena tanpa sadar kembali mengangkat arah matanya ke tempat dua sejoli tadi bercengkerama di pintu gerbong. Peluit keberangkatan terdengar ditiupkan. Suaranya dekat, sepertinya ditujukan untuk kereta eksekutif yang sedang ‘parkir’ di hadapannya. Kedua sejoli itu pun menoleh ke arah kepala lokomotif, seperti menyadari bahwa inilah akhir pertemuan mereka. Setidaknya sampai mereka kembali bertemu lagi nanti.

Gadis yang berdiri di tengah pintu gerbong tersenyum, sebuah senyum perpisahan. Sepertinya si cowok juga melakukan hal yang sama, tesenyum balik padanya.
“Masuk gih!” sayup cowok itu berkata sambil menggerakkan kepala ke arah kereta.
Gadis itu mengangguk, melambaikan tangannya perlahan sebelum berbalik.
Belum sampai satu langkah, cowok itu setengah berteriak memanggil, “Rin!” meminta gadis itu sejenak berbalik lagi padanya.

Mereka bertemu dalam satu pelukan singkat yang penuh keputusasaan karena perpisahan. Cowok itu terlihat membisikkan sesuatu di telinga gadis itu di sela-sela pelukan. Gadis itu mengangguk.
Gaung lokomotif bergemuruh, pelan merangkak meninggalkan stasiun. Gadis itu masih berdiri di pintu gerbong, perlahan menjauh. Ia masih melambaikan tangan pada sosok yang kini berdiri sendirian pinggir peron.

“Gue harus jadi orang pertama yang elo telpon saat dia ngelamar elo, Rin!!” teriak cowok itu bersaing dengan riuh keramaian peron dan gemuruh kereta yang mulai melaju cepat.

“Iyaa!!” gadis itu balas berteriak. Hingga akhirnya sosoknya hilang bersama kereta yang berbelok.

Cowok itu menghela nafas, lalu tersenyum. Sekali lagi menatap ekor kereta yang ditumpangi gadis itu yang masih terlihat ujungnya.
Alena menahan nafas merasakan betapa romantisnya momen yang dua manusia tadi bagi.
Cowok itu akhirnya berbalik dan melangkah pergi dari peron. Gadisnya, sahabatnya, sudah pergi.

Mereka bukan sejoli yang berbagi sebuah romansa. Mereka hanya memiliki persahabatan indah satu sama lain. Menemani dan saling mendukung.

Alena menatap kembali email itu, menelaah semua pertimbangan.
Mungkin bila ia memang harus bertemu dengan Keita nanti, ia bisa jadi seperti dua orang tadi. Mungkin ini bisa jadi awal mereka benar-benar berteman. Mungkin mereka bisa jadi sehangat dulu. Mungkin.
Alena menyimpan halaman email itu untuk di-print, nanti.

Selasa, 16 Februari 2010

poet of the afternoon

Langit sore mendayu serupa
Muram wajah sayu matanya
Torehan dalam kertas terabaikan
Dia terpesona
Pada seberkas sinar toska
Memancar dari kolam kelabu

Hatinya jatuh pada kedalaman baru
Ia baru mengalaminya kali ini

Ah, cinta…

Minggu, 14 Februari 2010

kenangan di sebuah sore

Teh madu mengepul
Sepiring pisang goreng hangat tersaji
Aku duduk melingkar di atas matras berayun
Dalam teras berdebu
Pada sebuah sore yang basah dan kelabu
Pada kungkungan senja yang perlahan turun
Dan aku mengenangmu
Tiap hembusan angin
Tiap aroma tanah basah yang terhirup
Tegukan pertama teh madu yang hangat
Mengiringi tiap memori yang terputar
Kekaguman
Rasa peduli
Cinta..
Lalu kehilangan
Lalu kau pergi.

Pisang goreng pertama habis sudah
Kala titik-titik gerimis kembali turun
Menjembatani apa yang tak pernah menyatu
Hingga akhirnya nanti

Notebook yang menyala, sebuah tab yang terbuka
Dan aku coba memulai postingan baru :
Untuk cinta …

300110
05:55pm





afternoon kisses,
nia

Jumat, 05 Februari 2010

[Blog Rec] Let those magical things twirl around the room




Segala hal yang berbau fantasi selalu saja memesonaku. Kuda bertanduk a.k.a unicorn yang bisa bicara, peri kecil berseliweran, Peter Pan dan Tinker Bell dan Neverland, Alice, Puteri di Istana yang terkena mantra tidur dan kecupan sang Pangeran yang passionate. Sebuah dunia penuh nuansa magis dalam dunia khayal kita. Kereta kencana, kastil tua, gaun berimpel rumit yang cantik, sayap-sayap peri yang melayang di atap kamar, dimensi lain di balik pepohonan di hutan. Isn’t it beautiful? Amazing things?
Dan bagaimana jadinya bila menemukan sebuah blog yang memiliki nuansa fantasi seperti itu. Then I would be so enamored by it.

And yeah I’ve found one.

And it’s called “The Wood between my world”.

Clara, adalah pemilik blog itu, seorang cewek SMU asal Amerika Serikat yang tinggal di sebuah kota kecil berpemandangan indah di Alaska.
Yap, Alaska my friend, to be honest I never thought that snowy and cold place like one could be such fascinating and beautiful.
Clara sukses memotret keindahan sekitarnya, which is amazingly stunningly fascinating at her blog.

Blognya sebenarnya simpel dengan template hijau gelap dan head banner picture cantik yang ia potret dari salah satu kawasan pepohonan di Alaska. Isinya sangat ‘lifey’, bercerita tentang kehidupan pribadinya, kegemarannya menyulam, balet, berburu aksesoris dan barang-barang antik, membaca, menulis dan fotografi. Kesukaannya memotret menjadikan blognya makin cantik dengan dekorasi potret-potret cantik dan eksotis hasil jepretannya sendiri. Membuat blognya makin berkesan menenangkan, hidup dan punya cerita.



Membaca blog Clara buatku membaca dongeng modern tentang seorang gadis yang isi kamarnya dikelilingi oleh makhluk-makhluk magis cantik dalam cerita. Seperti berada pada peralihan dunia nyata dan negeri dongeng.
Definitely one of my dream blogs. Aku pingin blog aku punya nuansa seperti itu. Calm, simple yet stunningly amazing and fascinating.
For one so young, Clara is such personal who’s really grateful for life, as harsh as it is.

Bener deh, dia seperti memaknai sekali hidup, menyesapi tiap detiknya, meraup helai demi helai keindahan sekelilingnya yang alam beri secara berlimpah.
Kecintaannya pada balet, menyulam, menulis dan membaca banyak kisah dongeng mungkin membantunya untuk itu. Referensi bacaannya cukup banyak, namun dari apa yang aku baca di blognya, beberapa yang ia favoritkan antara lain Anne of Green Gables, Chronicles of Narnia dan Alice in Wonderland.


Seperti yang aku bilang sebelumnya, membaca dan melihat blog Clara seperti merapal untaian dongeng.

What a blog to view…

Check her out, find yourself, here

And like Clara often says..

Snowflakes,
Leaves,
Feathers,
Lots of love…


Enjoy,
~ nia


foto-foto diambil dari blog Clara

for love, peace and smile ...

Allah
pemberi
pencipta
damai
cinta


Sinagrar, Kashmir
Peshawar
Kabul, Afghanistan
Mogadishu, Somalia
Baghdad, Irak


Indonesia

beri mereka damai
untuk sedetik saja nikmati
hari yang indah
dari Mu


biarkan senyum polos
itu merekah

biarkan remaja itu
berkutat
berkumpul
berbicara
tentang buku, cita, cinta
lagu, simfoni
keindahan hidup
tertawa lepas
memandang masa depan tanpa ragu

tanpa takut apa yang akan
datang menyerang beberapa detik lagi

bom menggema
rentetan peluru berdesing
teriakan pilu kesakitan

aku percaya masih ada
cinta
damai
senyum

Kau
punya itu
segalanya

Allah
please...


gambar diambil dari sini

Rabu, 03 Februari 2010

[Fanfic section] Hands of Me

Buat yang membaca postingan aku tentang fanfiksi bulan kemarin, pasti sekilas sempat mendapati judul ini muncul di dalamnya. Yup, ini adalah salah satu fanfiksi favoritku dari situs fanfiction.net.
Fanfiksi ini bercerita tentang kehidupan Renesmee Carlie Cullen (ya, anaknya Bella dan Edward Cullen) pada usia 7 tahun (sekitar 18 tahun dalam usia normal) pasca Breaking Dawn. Masih bersetting di seputar kota kecil Forks, di semenanjung Olympic, Amerika serikat; dan La Push, sebuah kawasan konservasi para Indian suku Quileute.
Menginjak tahun ketujuh usianya, Nessie yang separuh vampir dan manusia, mengalami pertumbuhan kilat hingga postur fisiknya menyamai seorang gadis berusia 18 tahun. Ternyata, tidak hanya tampilan fisik Nessie yang mengalami perkembangan supercepat, namun juda perkembangan psikologis. Ia, seperti gadis pada umumnya, mengalami menstruasi dan perasaan-perasaan yang kerap dialami seorang cewek puber. Yap, termsuk ketertarikan pada lawan jenis.
Jacob memang mengimprint-nya, tapi ia dan keluarga Cullen tetap menjaga rahasia imprint itu, menyamarkannya sebagai hubungan antara seorang paman (saat Nessie kecil), teman bermain, berburu dan seorang sahabat dekat. Bahkan saking dekatnya, Nessie sampai ia merasa jake adalah bagian tetap dari keluarganya, dari hidupnya.
Cerita dimulai dengan menyuguhkan konflik ini. Bagaimana Nessie harus menghadapi lonjakan perasaannya yang tiba-tiba berdebar tak karuan saat Jake di depannya atau rindu setengah mati saat Jake tidak ada, berada di La Push bersama kawanannya atau berpatroli. Nessie merasa bersalah, ia sedikit khawatir pada apa yang dia alami, jatuh hati pada Jacob, paman sekaligus sahabat terbaiknya. Apakah itu wajar, perasaan itu?


Hingga suatu hari Ness mengetahui tentang fakta imprint para serigala lewat curhatan Seth. Nessie jadi berpikir, betapa egois dirinya terus menginginkan Jake untuk selalu bersamanya padahal mungkin di saat yang sama ia mempunyai seorang imprint di luar sana.
Keadaan menjadi bertambah ruwet saat Ness harus kabur berdua bersama Jake menjauh dari Forks karena kejaran seorang pemburu dari Volturri yang menginginkan Nessie. Volturri ingin mengadakan uji coba pembiakan bangsa setengah vampir setengah manusia lewat Nessie dan Nahuel.
Apa Nessie bisa mengendalikan perasaannya saat harus berada di dekat Jake berhari-hari, 24 jam dalam seminggu. Mengendalikan kekuatannya karena siapa tahu isi hatinya dapat tertransfer di luar keinginannya kapanpun ia menyentuh kulit Jake?
Ini bagian serunya, kamu bisa memahami kebingungan Nessie, beberapa kali juga harus tergelak sama kepolosan dia yang, well, dari mental dan fisik dia mungkin setara sama gadis usia 18 tahun. But still, dia tetep seorang anak yang baru menjalani hidup selama tujuh tahun dan jarang bersosialisasi dengan lingkungan luar selain keluarga vampir, nenek-kakek manusianya dan teman-teman serigalanya.
Dan bagaimana Jake menghadapi situasi itu, kedekatan itu yang menguji batas tahannya untuk tetap menjaga rahasia imprint bahkan dari imprint-nya sendiri? Jake memang tahan selama tujuh tahun menjaga hubungannya dengan Nessie tetap platonis, tapi dengan kebersamaan mereka tanpa ada keluarga Cullen dalam radius ratusan mil, apakah Jake tetap tahan?


Seru lho. Dan buat kamu yang bertanya-tanya, setelah Breaking Dawan apa yang terjadi sama keluarga Cullen, seperti apa cerita Renesmee dan Jake selanjutnya, fanfiksi ini pasti bisa mengobati. At least, sebelum Stephenie Meyer merilis versi asli lanjutannya. Itupun kalau beliau menulis kelanjutannya kan (menilik pada Midnight Sun yang akhirnya vakum)..

Iya karena menulis bukan matematika dengan hasil pasti dua kali dua sama dengan empat.. dalam sebuah cerita dua kali dua bisa jadi tidak ada hasil andai si penulis nggak punya mood untuk menyelesaikan soal itu, secemerlang apapun otaknya, atau berapapun banyaknya formula yang ia kuasai..
Menulis itu tentang passion…

Okeh, back to Hands on Me..
Ini merupakan jenis fiksi panjang yang mencakup sekitar 86 bab. Tapi tiap bab punya detail cerita yang menarik dan yah lumayan worth to read lah. Ditulis oleh penulis fanfiksi muda asal Georgia, yang bernama pena IndependenceIndividuality.
So, buat kalian yang penasaran untuk tahu kisah lanjutan Twilight pasca BD dan terlalu nggak sabar buat menunggu mbak Meyer memulai dan menyelesaikan versinya, cerita ini, bisa jadi pengganti yang layak lah buat masa penantian. (sedikit pengulangan dari statement di beberapa paragraph sebelumnya, hehe..)

Alrite then.. selamat membaca..
Semoga, seperti aku, whoever you are guys who finally try to read some, bakal menikmati fanfiksi ini..

Afternoon kisses,

- [Movie Corners] mencari komitmen untuk sebuah kepastian hati

Judul : Shopgirl
Pemain : Steve Martin, Claire Danes, Jason Schwartzman
Genre : Romance/Drama



Cerita dalam film ini diangkat berdasarkan sebuah novella yang ditulis sendiri oleh produser dan aktor dalam film ini, Steve Martin. Bercerita tentang Maribelle, seorang pegawai di sebuah store ternama di Amrik, Saks Fifth avenue, pada departemen penjualan aksesoris sarung tangan. Selain pegawai toko, Maribelle adalah seniman. Dia hidup sendiri di sebuah apartemen sederhana dengan kucing peliharaannya. Perjalanan hidupnya mempertemukannya dengan dua pria, Jeremy dan Roy Porter. Disini Maribelle harus memilih, Jeremy yang urakan, seniman nggak jelas yang bekerja di percetakan namun menjanjikannya komitmen utuh atas cintanya. Atau seorang pengusaha mapan yang berusia jauh di atasnya, Roy Porter, yang menghadiahinya segalanya kecuali sebuah kepastian hati?
You find it a bit boring, right?
Hoho, for me, it’s not at all.
Buat aku film ini sangat ekspresif sehingga emosi dari tiap laku, raut dan suasana tuh gampang sekali tercerna. Not that easy actually. It felt like, aku merasa Maribelle adalah representasi dari kebanyakan wanita di muka bumi. Wanita yang berkutat dengan hal yang rata-rata, averafe living, average salary, average food; yang ingin memperjuangkan sesuatu, cinta, kasih sayang, sebuah komitmen hanya untuknya. Yang menjadikannya bermakna, signifikan dan luar biasa. Walau dengan keterbatasan yang ada. Aku bahkan hampir nangis saat nonton film ini. Aku merasa aku mirip Maribelle yang bingung apa itu cinta, apa itu hidup, apa itu bahagia.
Dan satu lagi, Maribelle adalah seorang observer, yang aku harap, diriku juga begitu –observer, yang mencoba mendapatkan semua jawaban lewat tiap tatapan, tiap peristiwa.
Tapi aku belum mampu seperti Maribelle, mampu mendobrak tembok kenyamanan. Terjun dalam hal yang benar-benar aku suka. Dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan hakiki lewat itu.
I’m trying, dear maribelle. Please note that. lol.

Here is the trailer of the movie.

Hope you guys –whoever read this crap, love it!
Let’s roll!!

next project

Hop! Hop! Hop around!
And finally arrive in February.

Banyak orang bilang kalau bulan ini adalah bulan cinta. Saat yang tepat kita mengakomodir perasaan kita dan mengeksekusinya. (my language is lebay bin alay, I know dat ;p) but for me it’s just another month, other 28 days where you have to fill it with good and useful stuff.

And for my blog it means that I have to update it with something new.
Nggak melulu tentang blabbering around soal diri sendiri as if I were center of the universe, kesannya narsis sekali.
Dan beberapa blog mengilhami aku, bagaimana kalau aku juga cerita tentang hal-hal yang aku suka. Film, lagu, fanfiksi, blog-blog inspiratif. Masih tentang aku tapi setidaknya aku menceritakan orang-orang lain, hal lain di luar diri aku.
Karena tujuan utamaku membuat blog ini kan berbagi. To share our thoughts on line so that people can give me some feedback!

Soo, started this month, there will be Blog Recommendation, Movie Corner, and Fanfiction section.
Garis besar isi ketiganya adalah mereview hal-hal apa saja yang ada, yang kusuka dan apa yang menurutku pantas dinikmati dari Blog-blog, film dan cerita fanfiksi yang pernah aku baca dan sukai.
Dan ini bukan postingan berdasarkan peringkat, apakah yang kuangkat itu yang paling kusukai nomor satu atau yang paling dasar. It is in random order. Hope you enjoy it. Coz I do, really.[ngedumel sendiri juga, yaiyalah kan gw juga yang nulis. ;p]
Untuk ide-ide yang muncul kemudian, akan dibilang di postingan selanjutnya. I really hope whoever you guys who read this blog will find them enjoyable and so much informing. Even though I only babbling around.
Hehe.




Lotsa cookies for ya!