Selasa, 31 Januari 2012

so long, January..


so, are you in love with me?

Senin, 30 Januari 2012

satu yang tak bisa lepas..

My_wish_is_you

dan perasaan yang lemah ini, menyentuh sendiriku..

Kamis, 26 Januari 2012

when you run

So when you find early morning always has songs to play..
Play them while you run..
While you exhale the most natural particles that make you alive..
Just you,calm morning, those songs and run..


my favorite running path

Minggu, 22 Januari 2012

for every ...


For every tick tock of the clock...
They are ticking steadily. Sometimes unheard. Sometimes weak. But they move still. And that tiny pointer loyally rounds the circle. Time to time.




For every color that splashes the days...
White in the sky. Blue ocean. Black dirt. Green leaves. Maroon wall in the outskirt of my house. Mom’s fuchsia shirt. Dad’s faded grey T-shirt. First brother’s orange shorts. Second brother’s yellow sarong. Purple blouse of mine. His faded black bagpack. Your brown eyes.




For every sound that goes along...
Favorite songs. Noisy traffic jam. Morning whistle. Lullaby. Adzan. Beautiful tilawah. Mom’s prays. Brother’s jokes. Bestfriends’ babblings. Bestfriends’ laughs. Babies’ cries. Our noisy banter. His call. Your unheard smile.




For every ‘i’ve been through this’...
And all those days that were taken.
And all those tears that makes me stronger.
All those laughs that makes me smile.
All those sincere gestures that make me trust.
That hopes are exist.




For every ‘i know how it feels like’...
And all those stories, told or just kept on papers. You would know when to open up and silence the mind. Know when to offer the shoulder for others. And know when to ask one when you need it the most.




For every glimpse of past that made me who i am right now...
I still remember the yellings. Sometimes it frightened me how it affects myself till now. Still carry the insecurities that has been planted in me long ago. I wish it would vanish. but i believe they exist for good reason. To make me change. To make me see greater details. To make me see you in different views.




For goals i’ve yet to achieve...
God supply time and chances here, there and everywhere. Sometimes that confidence was thrown out of grasp, and i begin to lose hope. But i know each has powers. Certain things may never be realized. But i wish i could always hold on to the right fingers. Your fingers.




For fabulous and amazing 23 years of life...
Rabb, i bow to my lowest state.. and could only whisper softly, sincerely, thank you.. thank you.. thank you.. and honest apologize.
Thank you.





Selasa, 17 Januari 2012

he said she said

dan ia bilang,
jika rasa itu memang terlanjur kamu miliki
biar ia hilang perlahan seperti ia
tumbuh pelan-pelan

dia tidak tahu
sulitnya mengemudikan hati
saat ia telah menetapkan pilihan

jadi
aku hanya bisa bilang padanya

"tunggu, aku akan biarkan kamu mati. hilang rasa."

Sabtu, 14 Januari 2012

a name that (should not) matters

Berbeda dari kemarin, hari ini saya nggak keluyuran. Saya memilih ngadem aja di rumah di tengah panasnya cuaca Cirebon hari ini. Here, at my very homey home, i contemplate things.

It sucks you know, ketika kamu memutuskan liburan, ingin jauh dari ingar bingar kehidupan kerja, menyepi sebentar. Then you got your days off but there are thoughts about what should be left there at Bandung  carried away here in my holidays. I hate it.

I hate when names –ralat, a name, yang seharusnya ngumpet aja sana di Bandung tapi menginvasi benak beberapa hari –no, bahkan minggu belakangan when it all started. Sebelum saya prajabatan semua ini bermula. Weird thoughts di otak saya ini.

A name yang bikin saya jatuh hati sekali sama lagu lama kahitna ‘aku, dirimu, dirinya’. Bukan karena dia punya relasi penting dengan lagu itu. It was just random song which is when you play it you suddenly remember about a person. Pernah nggak sih, you dear readers –andai ada yang membaca ini surely, merasakan itu. Satu lagu tiba-tiba terdengar and voila, all you can think is just a name. A person.

Saya benci hal itu. Apalagi kalau orang itu unreachable. (kata itu eksis nggak sih?)

You can’t contact him. Call him. Even send him a simple text message.

Dan ada sebentuk tembok tinggi yang tak kasat mata membatasi relationship kamu dengan dia.

One word. Again. Another word. Sucks.

I really really want to stop this. Membiarkan perasaan dikemudikan nama yang you don’t even really know. Dan orang itu mengganggu kenyamanan kamu beraktivitas. Bahkan saat dia nggak berada di dekat kamu. Kalau namanya disebut. Andai ada rentetan kalimat dengan nama dia di dalamnya tiba-tiba terbaca. Atau kilasan peristiwa di spot-spot tertentu yang sangat familiar menetap di ingatan. Damn, this photographic memory of mine is killing me.

Kadang saya iri sama teman-teman lain yang bisa jatuh hati dengan normal. Pada pria yang juga kenal dan menyayangi mereka. Dan relationship itu bisa berjalan lama.

Pernah saya tanyakan itu pada seorang teman, dan tahu jawaban dia apa?

“Kamunya yang harus usaha, Ve!”

Usaha dalam hal? Menyukai seseorang, begitu?

Nah, ini yang saya ngga bisa. Dalam mindset saya love is effortless. Ia muncul tanpa ketok pintu dan tumbuh tanpa kita sadar. Ia dipupuk oleh waktu, oleh interaksi yang frekuen.

Dan tanpa dipaksa.

Dan waktu saya menyuarakan itu, teman saya cuma senyum-senyum nggak jelas. Mungkin dia juga mengerti sifat saya yang kayak begini.

“Yah. Pelan-pelan dong, Ve. Nggak maksa banget juga.”

Ini sampai saya cantumkan dalam resolusi tahun ini, you know. To see through reality. Palpable enough to feel, and real enough to show. Tapi lagi-lagi rasa aneh ini muncul.

Ini baru awal tahun. Masih ada 11 setengah bulan ke depan hingga tahun berganti lagi. Saya harap rentetan hari di kalender itu yang akan pelan-pelan membantu saya mengubah ini. Mengubah mindset yang bikin teman-teman saya suka senyum-senyum ngenesin nggak jelas. Mungkin mereka kasihan kali ngelihat saya begini.

But, di luar itu, selagi liburan ini masih bisa saya kecap, perhaps salah satu cara menyiasatinya yaa.. mencoba menikmati days off ini seoptimal mungkin. Jalan-jalan, wisata kuliner, window shopping, anything.. yang penting menjauhkan saya dari nama yang tidak seharusnya penting dan ngider-ngider melulu di kepala.


Wish me luck!!




Jumat, 13 Januari 2012

the town i call my home



i got days off!!
and that meant i could return to my hometown spending my time with famz and old friends.

karena kebetulan mita juga sedang libur jadi saya menghabiskan waktu setengah harian ini jalan-jalan bareng mita. bernarsis ria di komplek masjid at-taqwa sampai menikmati lagi mie get --kedai mie di dekat SMA kami dulu, yang rasanya bikin kangen kalau lagi di rantau. #tsah. 




this pic was taken after mita and i arrived at 5th floor of Attaqwa tower.
my town was quite pretty from above :)


so, can you see sea at far north?





the railway station at far west



the duo!!

Minggu, 08 Januari 2012

what comes and go

i deleted my wordpress site few days ago. sayang sebenernya karena saya cukup suka dengan wordpress, but, daripada nggak terurus, saya memutuskan menghapus situs itu.
biar saya fokus juga mengurus dua blog ini, posterous dan blogspot.
tapi kemarin setelah main-main sebentar ke goodreads dan menemukan 2012 reading challenge, kok saya jadi kepikiran untuk bikin satu blog lagi tentang book reviews. padahal sebenarnya saya bukan good reviewers juga.


dan voila here she comes, my new blog about book reviews. belom keisi apa-apa juga sih, soalnya kan saya memang berencana mulai mereview buku-buku dari reading challenge saja.
So.. mampir sebentar ya, kapan-kapan, barangkali kita bisa bertukar koleksi hehe..

sebotol jus pome


Suatu malam setelah shift sore saya selesai, saya pergi ke sebuah minimarket di sisi jalan Sukajadi sebelum balik ke kosan. For me it was just an ordinary night. Tired and all after busy shift with fully loaded ward. Dan sebenernya saya pun nggak berniat membeli apa-apa, hanya menemani Hera, teman seruangan.

Saya keliling deretan rak-rak mencari barangkali ada suatu barang yang seharusnya saya beli. You know kadang sifat pelupa saya kan rada kebangetan. There di rak soft drink dan susu i saw it. Deretan botol jus pome. Saya tertegun di depan rak itu beberapa detik. Detik-detik yang membawa saya ke momen dua tahun yang lalu. Saya masih mengidap efusi waktu itu, masih spesifik terapi dan masih harus rutin check-up ke internis sebulan sekali.

Biasanya untuk urusan check-up rutin itu saya ditemani ibu.

Saat saya sakit, ibu seperti disergap perasaan bersalah karena beberapa hal.

First, beliau sempat mengabaikan tingkat parahnya sakit yang saya derita pada gejala pertama. Beliau berpikir itu hanya demam tinggi biasa karena saya sering bergadang dan terlampau kecapekan. Dan nyeri dada yang saya rasakan hanya efek akibat salah posisi waktu saya tidur alih-alih selaput paru saya yang terendam air.
Yang kedua, waktu kontrol pertama ke internis dan saya divonis mengidap efusi, saya sendirian berobat. I was 21, and although i was severely sick Mom thought i wasn’t sick enough to be accompanied by her. 

Yes, Mom always taught me not to be dependant in anything since i was a child. Periksa ke internis juga bukan pengecualian. Saya rada deg-degan waktu itu sebenarnya, lebih karena saya punya firasat kalau ini bukan sekedar demam. Saya malah menghubungi teman kuliah saya si Farah buat nemenin. Lebih untuk nemenin saya ngobrol di ruang tunggu Rumah Sakit. 

Setelah menunggu cukup lama, cek hemato dan foto thorax, ibu internis mendiagnosis efusi pleura dan harus segera dilakukan punctie pleura (penyedotan cairan yang tertimbun dalam selaput paru). Saat itu saya memerlukan persetujuan orang tua untuk pelaksanaan tindakan. Farah called my Mom while i prepared myself for that weird and strange suction. Saya mungkin kuliah di bidang kesehatan, but kadang fresh graduate juga nggak mudeng sama-sama istilah yang nggak familiar macam punctie pleura. 

My Mom came ketika penyedotan itu berlangsung. Mungkin beliau rada ngeri juga melihat ada baskom besar berisi cairan keruh yang keluar dari selang yang tertancap di punggung anak gadisnya. Mungkin beliau ingin menemani dan menguatkan saya dari awal, bukannya malah menyerahkan saya pada pengawasan temen kuliahnya yang rada-rada begajulan (ini muji lho, Rah, if you read this anyway J).

It was hard at first to know that one of your lungs had been infected by unpopular bacteria and threatened to be defect. (Alhamdulillah, setelah spesifik therapy yang kayaknya panjang banget aku pulih, ya Rabb). My Mom lebih shock lagi karena dugaan-demam-biasa beliau salah, dan penyakit saya jauh lebih serius.

Sejak vonis dan that suctioning action, Ibu hampir selalu menemani saya kontrol tiap bulan. Bahkan beliau rela bolos ngajar. Pas kontrol bulan ke tiga, setelah tahu kalo spesialis penyakit dalam itu datengnya nggak akur sama jadwal dan doyan banget molor, Ibu menyeret saya ke sebuah minimarket sebelum kami capcus ke RS.

“Bawa minum ah, Mbak,” kata beliau, “suka haus kalo nunggu dokter. Harga makanan minuman di RS mahal, beli aja di sini.” Dan masuklah kami mencari-cari bekal minum sesuai selera.

Waktu itu saya lagi getol membaca fanfiksi di waktu luang dan di salah satu fanfiksi yang saya demen banget, si penulisnya promosi banget jus pome.

Saya kepingin, tapi takut barangkali itu termasuk di black list makanan-minuman yang harus dijauhi selama sakit.
Mungkin saya tertegun di depan jajaran jus pome itu cukup lama sampai Ibu akhirnya mendekat, “Mau yang itu?” tanya beliau. Aku mengangguk tanpa ekspektasi apa-apa, siap mencomot air mineral aja.
“Boleh nggak Mbak minum itu?” pertanyaan yang sama seperti pikiran saya sebelumnya. How Genetic!
“Eh, tapi kan buah ya?” beliau menimbang dan berkicau sendiri, “nggak apa-apa Mbak, dari buah kok. Kamu kan memang musti banyak makan protein, sayur sama buah-buahan.”

I have no idea kenapa scene jus pome itu begitu membekas.

Dan akhirnya bikin saya tertegun juga di depan jajaran botol jus-jus pome yang sama. Dengan kemasan yang berbeda, though. Thinking about my Mom, about my past.

There i was thinking that, heyy i am finally free from thought suffering kalo saya bakal cacat. There i realized that secuek-cueknya Ibu, she’s still... a Mom. Yang pasti peduli sama kondisi anaknya. Yang sebisa mungkin mengusahakan yang terbaik buat anaknya. Sesulit apapun itu.

Cheers, teman! *sambil ngangkat botol jus pome*




Minggu, 01 Januari 2012

kontemplasi resolusi

instead of 1 we'd soon jot down 2. Resolutions come everyday. But 'have a good turn of events' is always worth mentioning -inaya rakhmani
di new year begini, di beberapa blog yang saya ikuti, status-status teman --baik di facebook atau twitter, juga liputan-liputan di televisi semuanya sibuk memberitakan, menayangkan tentang resolusi tahun baru. Target apa yang ingin tercapai. Beberapa tahun lalu, saya juga nggak absen membuat resolusi itu. a couple days before new year's eve saya sudah sibuk memungut lembaran-lembaran jurnal lama hasil catatan setahun. Saya catat peristiwa-peristiwa penting, keberhasilan, prestasi, kegagalan. And after that saya baru bikin resolusi apa yang ingin sayaa capai di tahun selanjutnya. Itu penting menurut saya. Lebih karena i thought i made a guidelines slash footholds for my steps on next year so i wouldn't slip far from targets.
Padahal kan sebenernya resolusi bisa dilakukan kapanpun nggak perlu tahun baru. Sebulan sekalipun kita bisa bikin resolusi. Like resolusi januari, resolusi februari etc. Tapi kenapa ya new year resolution seemingly lebih ngetrend kemana-mana dibanding monthly or daily resolution. Not that i apply those short-term resolutions either ya. Hehe..
But, buat apa meributkan exact moment kapan kita harus bikin resolusi. Selama itu positif dan boosting our moods for our productive side whenever it is, your resolutions are important.
Dan menurut saya -menilik salah satu tweet Inaya Rakhmani yang saya kutip di atas- yang paling asyik dalam menjemput tahun baru bukan selebrasinya. Bukan dengung terompet atau letupan kembang api. Itu asyik juga, sih. But, IMO, momen kontemplasi saat kita membaca ulang jurnal lama, menemukan sisi diri kita yang dulu, those old excitement, shallow, cry, empty feeling, joy, dan akhirnya menemukan titik-titik resolusi yang harus kita isi.. Itu, sisi tahun baru yang paling menyenangkan.
Then, what's my resolution for next year setelah membuka jurnal-jurnal lama?
1. Saving .. Big spender kayak saya gini memang harus sering-sering disentil sama kata ini.
2. Learn more .. Tentang hidup, agama maupun tentang profesi dan semua pengetahuan-pengetahuan baru.
3. Write more, daily .. 4. Read more .. Pengen punya target bacaan dalam sebulan kelar minimal dua buku.
5. membuka hati pada relationship baru yang positif .. Hope that i could see through reality now. :)
So, happy new year everyone. Selamat berkontemplasi hingga akhirnya membuat resolusi for a better and blessed life.
Happy_new_year 2012_dream_big 2012_start_over 2012_write_more 2012_save_more