Sabtu, 25 Juni 2011

wake me, if you're out there..

kapan?
Kapan aku bisa terbangun dari mimpi ini..

Tirai di balik pintu geser yang terbuka terangkat terbuai angin. Satu-satunya gerakan yang tidak konstan di kamar ini. Sementara aku hanya mampu duduk terdiam, atau boneka lightning mcQueen yang solid bisu; tirai itu malah asyik berkibar dengan gerak acak.
Kanan, atas, bawah, kiri, atas.

Keheningan ini memilukan.
Seperti mimpi dengan aura abu-abu. Menggemakan penantian bisu dan perasaan sia-sia terhadap suatu harapan.

Cinta, sudah berapa lama kamu pergi..

Kalau memang ini mimpi. Sebuah mimpi yang tak menyenangkan, tentu saja. Tolong, bila kau telah kembali, buat aku terjaga. Sebuah kecupan seperti puteri salju, atau genggaman hangat menenangkan.
Apapun untuk mengusik keheningan memuakkan yang begitu membelenggu.

Cinta, sudah berapa lama kamu pergi..

Aku tak pernah menutup pintu itu. Walau tirainya berkibar menggoda. Membiarkan dingin mengalir masuk ke sini. Ke jiwaku. Tak akan pernah ku tutup bila kau tak juga kembali.

Cinta, mereka bilang kamu berkilo-kilometer jauhnya.

Kadang di satu dua detik yang berharga, kala keheningan mimpi itu memudar, aku begitu optimis beribu tahun kecepatan cahaya pun bisa kau lampaui.
Tapi saat hening mimpi begitu mencengkeram, aku yang ragu dan rapuh tak mampu percaya kau akan kembali.

Kau dekat, mereka bilang.

Cinta, tapi di hening mimpi ini kau tak tergapai.

Cinta, apakah bila ku terjaga kau akan serta merta berada di sini? di tempat di sisiku yang memang seharusnya untukmu.
Bila ya, aku mau kau buatku terjaga.

Cinta, bangunkan aku dari hening mimpi ini di suatu masa kala kau kembali.

Suatu hari nanti.


-to a name that matters

Selasa, 14 Juni 2011

damba

gaun tidurnya berkibar. Gaun kelabu berbahan kain yang ringan, halus. Ia tak pernah berdamai dengan angin malam yang berhembus. Tak pernah.
Tapi langkah Kania tegas. Ia tak mempedulikan protes keras dari sang gaun yang berteriak tak nyaman di sela hembusan angin.
Angin malam yang selalu menyambutnya di tepian balkon. Merayu tirai agar melambai gemulai. Menciptakan efek dramatis di pintu batas kamar Kania.
Kania tak peduli. Ia tak membutuhkan itu.
Kania butuh tamparan dingin dan tak nyamannya angin malam. Mengingatkan bahwa seperti bekunya malam ini, dalam suhu yang membekukan itu pulalah hatinya.
Sendiri. Terancam jatuh dan menjadi kepingan berserak.
Dingin yang merayap saat Surya-nya pergi. Sumber kehangatan di hati Kania. Dia pergi. Lama. Dan Kania mulai takut rasa di hatinya yang begitu lama mendingin ini jadi nekrotik.
Ia mulai mendamba. Sebuah perasaan yang hangat dan menghidupkan seperti dulu.
Ia butuh 'Surya' baru.

damba

gaun tidurnya berkibar. Gaun kelabu berbahan kain yang ringan, halus. Ia tak pernah berdamai dengan angin malam yang berhembus. Tak pernah.
Tapi langkah Kania tegas. Ia tak mempedulikan protes keras dari sang gaun yang berteriak tak nyaman di sela hembusan angin.
Angin malam yang selalu menyambutnya di tepian balkon. Merayu tirai agar melambai gemulai. Menciptakan efek dramatis di pintu batas kamar Kania.
Kania tak peduli. Ia tak membutuhkan itu.
Kania butuh tamparan dingin dan tak nyamannya angin malam. Mengingatkan bahwa seperti bekunya malam ini, dalam suhu yang membekukan itu pulalah hatinya.
Sendiri. Terancam jatuh dan menjadi kepingan berserak.
Dingin yang merayap saat Surya-nya pergi. Sumber kehangatan di hati Kania. Dia pergi. Lama. Dan Kania mulai takut rasa di hatinya yang begitu lama mendingin ini jadi nekrotik.
Ia mulai mendamba. Sebuah perasaan yang hangat dan menghidupkan seperti dulu.
Ia butuh 'Surya' baru.