Kamis, 23 September 2010

that kind of love

I see how they proudly claim love as phoning regularly day and night 24/7 calling baby and sweetheart. Or publicly showing how much they care to each other.

I see they are wrong.

Because I see love as mutual acceptance, bestfriendship, self understanding for each other’s thoughts even when we both drowned in deep solitude/quite moment.
I see love understand that somehow it is enough to love his/her presence, that just by knowing he/she was on our side we will feel content.

I love that kind of love
I wish I could have one.

Jumat, 17 September 2010

lost

Aku sampaikan padamu lewat layar, lewat tombol-tombol bisu
Sejuta permintaan maaf dan selamat tinggal
Perpisahan begitu iminen hingga aku tak mampu lagi meraba celah untuk kita terajut kembali.

Tapi aku hanya mendengar hening, yang mengayun maju mundur, keras walau tak tersapu angin.
Bahwa rasa bencimu telah begitu pekat hingga beberapa kata seolah tabu.

Ada kekosongan yang amat mengerak. Di sini. Di tempat kau sempat bersemayam. Area itu sulit untuk cantik lagi. Untuk terisi lagi dengan rasa baru.

Walau memang ada satu terapi spesifik yang mampu memulihkan itu : maafmu

Kamis, 02 September 2010

moments


There are moments when crumpled sheet on the soft mattress being my only company as I am lying on fetal position holding up tears. Kissing your memories. Embracing your shadow. Hoping your stay. Daydreaming of your return.
I am in those moments.
I am missing you.
I genuinely care about you.

Wishing you knew..
Because I shall not tell.. I silence. 
Cakrawala memucat, mengerutkan terang kemilau matahari menjadi jingga yang menenangkan.
Ada jejak-jejak basah tercetak di atas tanah sehabis hujan. Jejakmu. Berlatarkan gemuruh arus sungai yang menderas, aku hanya mampu memandang jejakmu.
Aku coba mengikutinya. Selangkah demi langkah. Walau tak terkejar. Walau sosokmu tak jua nampak.
Kadang kelelahan datang. Menunda perjalanan untuk mengejar jejakmu. Di dalamnya aku kadang bertanya : tidakkah kau juga lelah? Tidakkah kau kadang menoleh sejenak ke belakang? Memikirkan adakah aku mengikuti langkah yang kau jejaki?

Aku mengikutinya, sayang…
Walau temaram senja ini menyelubungi dan menyamarkan tanda-tanda keberadaanmu yang kelabu.
Aku ingin kau berhenti sejenak. Menunggu. Aku membutuhkanmu. Dan kini sedang berjalan mendekat. Hanya saja.. aku butuh waktu.

The Last Song


Just finished The last Song couple days ago and just can’t stand to share it with ya!
Saya baru tahu belakangan bahwa buku ini ditulis Nicholas Sparks berdasarkan skenario Film dengan judul yang sama. dan benar-benar membayangkan bahwa Miley Cyrus adalah Veronica.

Buku ini bercerita seputar musim panas Veronica (Ronnie) yang harus ia habiskan di sebuah kota kecil di selatan, Wilmington. Jauh dari gemerlapnya nuansa urban Manhattan yang telah ia anggap rumah. Jauh dari sahabatnya Kayla.

Wilmington adalah tempat dimana Ayahnya, Steve, tinggal setelah bercerai dengan ibunya, Kim. Ronnie sangat membenci Ayahnya. Gara-gara perceraian itu, gara-gara Ayahnya terlalu egois untuk mengejar impiannya sebagai concert pianis hingga menelantarkan keluarga, juga karena sikap persisten Ayahnya yang mencekokinya dengan pelajaran piano sejak ia kecil hingga remaja. Saking bencinya, Ronnie tidak pernah berbicara lebih dari beberapa kata saja pada Ayahnya selama tiga tahun terakhir.

Wilmington adalah kota kecil di tepian pantai. Dan Ayahnya cukup beruntung bisa mendapatkan tempat tinggal di sisi pantai yang tenang dan jauh dari keramaian. Tapi itu neraka buat Ronnie. Alih-alih menghabiskan waktu musim panasnya melakukan bonding-time dengan sang Ayah, Ronnie pergi mencari kesenangannya sendiri.

Di sebuah karnaval ramai di sisi dermaga ia bertemu dengan Blaze, Marcus, Teddy dan Lance. Mereka adalah tipe remaja bebas anti kemapanan yang liar, dan tanpa Ronnie ketahui ternyata vandalis. Marcus adalah pemimpin grup itu, dan merupakan pacar Blaze. Namun ia secara terang-terangan melakukan flirting dengan Ronnie di depan Blaze. Kecemburuan Blaze membawa Ronnie pada sebuah kasus kriminal yang mengancamnya dengan hukuman penjara. Dari situ hubungannya dengan sang Ayah berubah.

Lewat usaha Ayahnya mencoba membebaskannya, Ronnie ternyata tahu bahwa Ayahnya tidak seignoran yang ia kira. Bahwa di balik sikap diam dan sok perhatiannya yang dulu Ronnie benci, Ayahnya sangat penyayang. Ronnie jadi banyak menghabiskan waktu dengan beliau, mulai berkomunikasi seperti biasa, berjalan-jalan di sisi pantai, menemukan sarang telur kura-kura, bermain di dermaga bersama adiknya, Jonah.

Ronnie juga berkenalan dan jatuh cinta pada Will, seorang pemuda yang membantunya menjaga sarang telur kura-kura dari serangan rakun. Yang ternyata juga anak dari salah satu jutawan di kota kecil itu.

Is that all?
Tidak, The Last Song tidak sedangkal dan se-gampang-ditebak itu bila diracik di tangan Nicholas Sparks. Ada berbagai rahasia yang terbalut dalam cerita ini. Penyakit terminal yang diderita Steve, masa lalu Will, juga ulah Marcus yang membuat hubungan Ronnie dan Will jadi berantakan.

Seperti biasa Nicholas Sparks meramu kisah ini jadi heart-crushing dan sob-erupting story. Makna di balik buku ini dalem banget. Membuat saya sukses berkontemplasi tentang hidup, cinta dan keterbatasan waktu. esensi dari cinta dalam keluarga di buku ini kuat banget. bikin saya ingin mencontoh bagaimana Steve 'menangani' anak gadisnya yang remaja, sekaligus jadi panutan putranya yang baru berusia tujuh tahun. 

Jauh lebih ringan dan ngepop dibanding buku-buku Nicholas Sparks sebelumnya macam The Notebook, Message in the Bottle ataupun A walk to Remember memang, tapi buku ini tetap worth to read. Bikin kita bakal makin sayang sama orang tua kita. *grin*

Mengajarkan pada saya bahwa kadang momen penyadaran datang di detik terakhir… saat sudah begitu banyak rasa sakit yang terkecap dan perpisahan sudah begitu iminen. Namun di saat yang sama kita belum benar-benar siap mengucapkan selamat tinggal.
*sroootttt* << ngelap sisa air mata.

Definitely love this book. It swelled my eyes of tears.
Walaupun nggak seluruhnya kisah buku ini bikin mewek ya. ada joke-joke ringan yang bikin kita senyam-senyum bahkan kadang ngakak. Sebagian besar tawa itu saya dapat dari ulah polos Jonah, adik Ronnie, yang jadi karakter favorit saya dalam buku ini.
Here are some of my favorite pick lines :
Jonah shuffled his feet, something obviously on his mind. "Ronnie didn't read any of the letters you sent her, Dad. And she won't play the piano anymore, either."
"I know," Steve answered.
"Mom says it's because she has PMS."
Steve almost choked but composed himself quickly. "Do you even know what that means?"
Jonah pushed his glasses up. "I'm not a little kid anymore. It means pissed-at-men syndrome."
(Jonah and Steve, page 11)

Never forget that God is your friend. And like all friends, He longs to hear what is happening in your life. Good or bad, whether it’s been full of sorrow or anger, and even when you’re questioning why terrible things happen. So I talk with Him.
- character Pastor Harris

Growing up hadn’t been all cupcakes and parties.
- character Will Blakelee

Truth only means something when it’s hard to admit.
- character Ronnie

Life, he realized, was much like a song.
In the beginning there is mystery, in the end there is confirmation, but it's in the middle where all the emotion resides to make the whole thing worthwhile.
- steve, chapter 36

So, you better prepare extra tissues before starting to read this book! Enjoy!