Sabtu, 19 Juni 2010

Terkoneksi

Awal Oktober,
Arya lupa memperhitungkan ini saat mengiyakan tawaran untuk homestay selama seminggu di Belfast, Irlandia Utara.
Dan kenapa juga dia harus keluyuran jauh-jauh ke wilayah yang katanya jadi timur-tengahnya Great Britain, dalam pengertian bukan penghasil minyaknya, melainkan konfliknya, markas gerakan separatis IRA yang mati-matian ingin pisah dari kerajaan Inggris, seperti gerakan Papua Merdeka di Indonesia?
Tidak ada keingintahuan khusus tentang Negara ini. Awalnya dia jiper juga saat lembaga pendidikan yang mengurusi homestaynya mengalihkan host homestaynya pada sebuah keluarga di Belfast, setelah host di Manchester, tempat dia homestay dalam rencana semula, tiba-tiba membatalkan kesediaan menjadi host family karena suatu hal. Apalagi dari apa yang dia baca di The Patriot nya Tom Clancy, novel spionase dengan Jack Ryan sebagai karakter utamanya, IRA-IRA atau apapun jenis gerakan separatis di North Ireland ini cukup ekstrem bila beraksi di tanah air mereka. Tapi panduan wisata yang dia baca setelahnya bikin Arya berubah pikiran. Iming-iming akan keindahan alam Giant Causeway yang katanya saingan Bali banget, bikin dia mengiyakan tawaran pengalihan ini, walau dengan wanti-wanti bejibun yang diberikan Mama.
Kembali ke persoalan semula, Arya lupa satu hal.
Pertengahan musim gugur begini, hujan sedang giat-giatnya menyatroni kawasan Eropa Barat, tak terkecuali Irlandia Utara. Dan karena sebab itulah, rencana-rencana, yang pada awalnya Arya pikir brilian dan akan berjalan sangat mulus, harus tersendat-sendat dihadang hujan.
Ini hari keempat homestaynya. Hari pertama mulus, tapi tidak dengan hari kedua dan ketiga. Kacau, cuma itu yang bisa mendefinisikan.
Basah kuyup saat hiking ke gunung Mourne, dan stuck seharian di Londonderry keesokkan harinya Arya rasa cukup mewakili. Walaupun Arya tak menyangkal juga bahwa ia cukup menikmati aura ‘abad pertengahan’ yang begitu kental mengecap di kota ini.
Dan hari ini rasanya akan berakhir seperti kemarin.
Setelah pagi-pagi jogging sekalian mengantar Mrs.Ennis, host-nya pergi ke public market setempat lalu ngobrol-ngobrol sebentar dengan warga yang ramahnya bukan main di kedai kopi, Arya kira cuaca cerah nan indah pagi itu bakal berlanjut seharian.
Well, kompetisi besar macam Wimbledon saja kadang di-cut di tengah pertandingan gara-gara hujan yang tiba-tiba datang. Seperti itulah gambaran cuaca hari ini. Sampai lewat tengah hari, hujan masih mengucur deras. Sepertinya di ujung langit sana sedang mengalami kebocoran atau apa.
Jadi disinilah ia, alih-alih jalan-jalan ke Giant Causeway, malah stuck di depan laptop, mengecek email sekalian nyicil laporan homestaynya.
Yang akhirnya malah membawa Arya mengingat beberapa hal sekaligus. Dan yang paling menyita pikirannya tiba saat kalender yang mojok di layar laptopnya mengedip-ngedipkan sebuah tanggal di akhir minggu ini. Tepat sehari sebelum homestay weeknya berakhir. Besok lusa.
Ulang tahun Keyla.
Shoot!! Kenapa dia bisa lupa, ya??
Mungkin karena peristiwa itu, yang terlalu menyita sebagian alam pikirnya hingga hal sepenting itu terlupakan.
Peristiwa itu …

...
Arya keluar dari kantor kepala sekolah dengan sumringah. Perizinan homestaynya sudah beres. Buktinya ada di tangan kirinya, terkepit. Tinggal memberitahu Keyla, itu yang sulit.
Memberitahu sekaligus meminta maaf karena merahasiakan hal ini darinya. Bukan apa-apa, dia hanya tak mau membebani Keyla dengan urusan homestaynya ini sejak Keyla harus diopname selama seminggu karena demam berdarah dan bed rest di rumah seminggu setelahnya. Arya pikir saat semuanya beres toh dia akan meminta maaf dan menjelaskan semuanya, alasan dia tak mengajak Keyla berpusing ria mengurusi homestay stuff yang nggak gampang ini. Lagipula ini kan bukan minta putus atau apa. Dia hanya pergi homestay seminggu.
Belum sempat sampai ke kelas Keyla, langkahnya terhenti. Oleh Nuri, yang tanpa ada hujan badai, ujug-ujug berlari ke arahnya. Langsung memeluknya erat. Di koridor, saat jam istirahat, yang sedang rame-ramenya. Jelas muka Arya merah padam.
Ya ampun, Nuri apa-apaan sih?
Tapi belum juga Arya bertanya, Nuri sudah langsung nyerocos, “congrats ya, Aryaa. Akhirnya jadi juga kamu ke U.K !!”
Arya dengan susah payah melepaskan pelukan Nuri. Di sekelilingnya siswa-siswi yang sedang nongkrong di koridor riuh menyorakinya.
Nuri adalah teman sekelas Arya yang juga satu level dengannya di lembaga pendidikan bahasa asing di kotanya. Dan akhir-akhir ini, karena urusan homestay ini, mereka jadi sering tukar pikiran, lebih dekat. Tapi Arya sama sekali nggak menyangka kalau Nuri seofensif ini.
Ya ampun, untung Keyla nggak melihat ini, batinnya.
Belum sampai sedetik Arya menyuarakan itu dalam pikirannya, namanya dipanggil lagi.
“Aryaa..”
Ketika pandangan Arya teralih ke sumber suara yang memanggilnya, jantungnya serasa melorot ke perut.
Ternyata Tuhan nggak mendengar doanya. Karena di samping Ayu, sahabat Arya yang memanggilnya, Keyla juga menatap nanar.
Dan sepertinya melihat seluruh kejadian tadi.
Serta merta Arya membebaskan diri dari Nuri dan mengejar Keyla yang mulai berjalan menjauh.
Arya meraih bahu Keyla sesaat kemudian, berhasil membuatnya berbalik menghadapnya. Tapi ternyata Ayu nggak tinggal diam melihat ini. Langsung ditepisnya tangan Arya dari Keyla dan tanpa tedeng aling-aling langsung menghadiahi dirinya dengan sebuah tamparan. Keras.
Ough! Sakit! Teriak Arya dalam hati. Masih meringis, ia mengelus pelan pipinya yang tadi ditampar, agak nggak terima.
Apa-apaan, batin Arya kesal, gue urusannya sama Keyla, bukan si Ayu. Kok, ini …
Keyla sendiri agak shock melihat ini.
“Eh, Yu. Jangan asal nabok orang, dong! Desis Arya pada Ayu, marah, “Apa urusan lo?”
“Ya, jangan kira walaupun Key lembek ngadepin elo, dia masih punya sahabat yang sanggup tegas. Please deh, Ya, Key tuh sakit. Jadi bukan kemauannya kalo akhir-akhir ini nggak bisa terlalu perhatiin elo. Eh, elonya malah main sama Nuri …” balas Ayu nggak kalah sengit.

Keyla jengah mendengar pertengkaran ini. Ini urusannya dengan Arya. Harus diselesaikannya berdua.
Keyla menarik tangan Ayu, mengajaknya meninggalkan tempat itu. Sudah cukup mereka jadi tontonan gratis anak-anak lain.
Sebelum benar-benar berlalu, Keyla menatap Arya, “kita bicara nanti. Berdua.” Katanya pelan dengan raut lelah yang luput dari pandangan Arya yang masih diliputi emosi.
Sayang sepulang sekolah Arya mendengar kabar Keyla izin pulang lebih awal karena sakit.
Dan mereka belum benar-benar bicara sejak itu.

...
Mereka belum benar-benar bicara sejak itu.
Arya mendesah pelan. Kata-kata Ayu kembali terngiang di otaknya.
“Please deh, Ya, Key tuh sakit. Jadi bukan kemauannya kalo akhir-akhir ini nggak bisa terlalu perhatiin elo ...”
Jeez. Arya baru sadar kalau dirinya terlampau emosi untuk bisa melihat raut lelah itu. Berbagai pertanyaan berkecamuk di otaknya. Kenapa Key diam saja saat itu? Dirinya mungkin lebih memilih ditabok atau diteriaki Key habis-habisan saat itu, daripada harus melihatnya terdiam sulit diartikan. Sudah lelahkah Key pada hubungan ini? Pada dirinya? Andai dari awal ia menjelaskan semuanya pada Key, apa yang bakal terjadi?
Tok. Tok.
Lamunannya terpecah oleh suara Mrs. Ennis yang memanggilnya untuk acara minum teh sore.
...
Angin musim gugur yang dingin menerpa tubuh Arya. Pipinya kebas, serasa disiram air dari pendingin. Buat orang tropis seperti dia, angin laut nan menusuk ini sangat membekukan.
Akhirnya setelah tertunda, terwujud juga keinginannya mengunjungi Giant Causeway, pantai dengan 38.000 batu karang berbentuk segi enam tertata rapi, alami bukan dibentuk oleh manusia.
Cantik, tapi sayang ...
“Seharusnya kamu datang saat summer. Cuaca sangat lebih bersahabat saat itu .. ” seru seseorang, menyuarakan pikirannya yang belum sempat terlisankan.
Arya menoleh dan melihat seseorang seumurannya sedang berjalan ke arahnya. Walaupun sepintas cowok itu terlihat lebih jangkung dan kurus ketimbang dirinya.
“Peter Corr” katanya memperkenalkan diri sewaktu sampai di dekat Arya, “kamu sepertinya baru disini, turis, eh?”
“Aryaduta Syahrir” balas Arya, “host program. Yeah, mungkin aku salah pilih waktu datang kesini. Walaupun begitu, tetap terlihat cantik ya ..”
Peter Corr mengangguk, mengiyakan, “biru kehijauan. Ya, cantik tapi mematikan. Aku bertaruh kau tidak akan sanggup berenang disana bahkan untuk satu menit saja. Dan, kau terlihat sangat Asia, darimana? Singapura? Malaysia?”
“Indonesia. Kau tinggal di sekitar sini, Pete?”
Peter berdecak, “Hmm, Bali. Indonesia bukan?”
Arya batal mengoreksi bahwa dirinya bukan dari Bali. Sebagai gantinya Arya hanya mengangguk. Selalu Bali. Iconic sekali pulau itu.
“Hey, daripada kau mati membeku disini, ayo ikut aku ke Portrush, rumahku disana. Mungkin kita bisa ngobrol lebih banyak. Lihat, sebentar lagi hujan turun.”
Arya pun mengekor Peter pergi.

Beberapa jam kemudian, Arya masih asyik ngadem di kedai kopi milik ayah Peter yang sekaligus juga merangkap toko cinderamata.
“Orang-orang disini sangat warm ..” puji Arya, “aku kira sebelumnya ..”
“Perang dan perselisihan panjang cuma bawa rugi dan citra negatif..” potong Peter, mengerti arah perkataan Arya selanjutnya, “entah apa yang diberitakan sekarang yang kau dengar tentang kami, tapi semua berubah, kami ingin tumbuh lebih baik, lebih besar, seperti Dublin.”
Arya mengangguk setuju. Pada awalnya ia khawatir kata-katanya akan menyinggung perasaan Peter. North Ireland memang terlalu cantik untuk digunakan sebagai medan pertempuran. Ia lalu menyesap kopinya yang mulai mendingin. Sayup, dari belakang kedai kopi ia mendengar lagu breakeven, yang dinyanyikan The Script, band yang juga berasal dari Irlandia.
“The Script, eh?” Tanya Arya memastikan, dia memang nggak hapal-hapal banget sebenarnya.
“Yeah. Aku suka band itu. Unik dan beberapa lirik di lagu mereka sangat irish sekali, walau settingnya bukan disini tapi Dublin.”
Breakeven selesai, digantikan sebuah lagu yang masih asing di telinga Arya.
Dan pertanyaan selanjutnya yang hendak ia ajukan pada Peter mendadak sirna saat lagu itu mengumandangkan sebuah nama.
‘ .. if you see my friend, doesn’t matter where or when, tell me if you see Kay ..’
“Key ...” Arya menggumam.
“If you see Kay”, Peter mengoreksi, “K-A-Y, kau suka? Ah, cewek, kan? Aku sudah menduga dari awal melihatmu di pantai. Pasti tentang cinta sampai kau harus kabur kemari di musim gugur.”
Arya tidak menjawab. Namun senyum kecil yang menghias bibirnya cukup menjawab keingintahuan Peter. Sementara itu, Arya makin asyik mencerna lagu itu lebih dalam.
‘ .. cause I’m gonna shout it out to everyone I, everyone I meet, if you see Kay, will you tell her that I love her, oh yeah? And if you see Kay let her know I want her back. If she listens, say I miss her, everything about her ..”
Arya menyesap sisa kopi terakhir di cangkir kopinya. Sementara hari mulai gelap, gerimis masih asyik bergemericik, menciptakan melodi baru mengiringi lantunan the Script dalam kedai kopi yang kini benderang namun sepi. Mempertegas aura melankoli yang bagi Arya malah membuatnya merasa terhubung dengan Key.
Awalnya ia memang ragu dapat menikmati acara homestay di tengah distraksi antara ia dan Key memuncak. Dari sini ia belajar, berubah. Sulit untuk merubah citra saat orang-orang cenderung menganggap kita dengan stereotype tertentu. Seperti masyarakat North Ireland ini. Tapi setidaknya usaha patut dicoba.
Dulu, ia percaya magical words in the last minutes itu tokcer sekali. Dan itu bisa diterapkan padanya dan Key. Tapi inti dari sebuah hubungan adalah kesepahaman yang dapat dimunculkan lewat komunikasi. Tapi bukan yang searah. Ia ingin Key mengerti kalau keputusan Arya tidak diambil berdasarkan ego semata. Ini murni karena dirinya.
Hmm, Arya berharap di Jakarta sana Key juga bisa mendengar gerimis yang sama, lagu yang sama, mendengar perasaannya, permintaan maafnya. Membuatnya terkoneksi.

Percakapan hangat dengan Peter berakhir saat Mr dan Mrs. Ennis muncul dengan van tua mereka di depan kedai kopi. Menjemput Arya yang sejam sebelumnya mengabarkan keberadaannya pada mereka.
Di dalam van, Arya log in sebentar ke situs facebook untuk mengupdate statusnya.

Arya it’s raining in the rest of the day here in north Ireland, wishes you were here ..

Di bawah status yang baru diperbaharui, sebuah status lain muncul, hanya berselang 8 detik.

Keyla gerimis mulu di Jakarta spanjang hari, kangen seseorang ..

Kehangatan yang nyaman meliputi Arya saat menyadari statusnya persis dengan Key. Tanpa mereka rencanakan sebelumnya. Dan ini membuat Arya membulatkan tekad, bila ingin memperbaiki ini ia harus memilih, now or never, there is no later ...
Dibukanya profil Key dan pada wall-nya ia tulis sesuatu.

Guess we’re connected, by the way. Get better? Need to talk to u. asap. Miss u.

Dan tak berapa lama. Postingan baru muncul di wall-nya. Dari Keyla.

Gimana Belfast? Iya nih, hujan. Nggak bisa maen kemana-mana. Lagi denger the script-nya mas Han aja di kamer. Feels like one of their songs is your apology. He2 :p yah,let’s talk. A lot. Miss u 2. connected? Hmm, feel so ... cepet balik ya.

The script? One of their songs is my apology.
Arya tersenyum. Sepertinya ia tahu yang mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar