Tampilkan postingan dengan label write. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label write. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 April 2015

i forgot to bring my journal

The thing I always try not to forget when I am on trip anywhere is my dear journal. My very private notes of babblings, daily stories and random shit.I always try not to leave it behind. Since I'm so introvert and quite quiet person I rarely interact with other passengers during trip so all I do in a trip is usually to read or write something. Especially when I travel alone. I know I shouldn't do that. I waste my time to socialize and getting new friends. I know. Everyone keeps telling me that.

My favorite writing time is my time going back hometown. Now as i lose more and more time to write -in the name of work, exhaustion, laziness or mere having no thing to write about, time in hometown is so precious because everything, every sound, every element seems to stimulate me to pick my pen and pour the words out.

That's why I felt so lost now when I got time to go home and the thing that I left behind was no other than my beloved journal. I feel like I lost something precious. Like I didn't wear my undies or forgot where my phone was.

I kept catching lines in my mind, seeing interesting things just to find i didn't have my journal to write them into.


So I made the list. List of things I should bring when I travel so I won't forget important things and regret on later time. I know that this list should be made ages ago when I found that traveling is important in life and I should do it at least once a year. But, better late than never, right?

Rabu, 14 April 2010

Tiap detik adalah pengalaman, jadi bisa dibayangkan betapa countless-nya guru yang bisa mengajarkan kita. Most people said indeed experiences are the best teachers. Whether they were bad, poor, worst, good, fascinating, heart and breathtaking. Yah.
So, what actually my plan for –let’s say—tonite?
Umm, seperti biasa, kayaknya. Membaca beberapa catatan lama, novel yang belum sempat terselesaikan, fanfiksi yang baru diupdate, atau menulis, like crazy all nite.
Karena selagi masih sempat, aku punya pikiran gila untuk bisa menyelesaikan BANYAK hal. I meant really A LOT.
Semoga tercapai. Semoga disukai. Semoga bermanfaat. Amin.
Terima kasih untuk inspirasi ini, ya, Rabb. Nggak bisa apa-apa tanpamu. Moga nggak blocking sampai disini.

Oh, dan sekali lagi Sitta Karina memberikan aku sesuatu : bahwa tidak ada ide yang benar-benar orisinal, yang berbeda hanyalah ‘touch’.
So make that touch lingers to me, dear God. Amen.

Senin, 18 Januari 2010

fanfiksi

Aku benci sekali fanfiksi. Dulu.
Aku dulu menganggap bahwa fanfiksi adalah sebuah bentuk plagiasi yang kelewatan. Dengan merubah karakter, plot, setting dan lebih parah lagi inti cerita.

Aku benci saat beberapa fanfiksi Harry Potter mengisahkan Ron meninggal, atau beberapa Laskar Dumbledore terkena kutukan imperius dan bergabung dengan pelahap maut, atau Harry, alih-alih dengan Ginny, malah bersanding dengan Luna Lovegood. Seperti ada yang tidak pantas dengan menceritakan kembali sebuah kisah dengan mengotak-atik apa yang sudah lekat dikenal.

Mungkin karena aku ‘gila’ sekali tentang Harry Potter saat itu, hingga menolak apa yang ditawarkan pembaca yang punya imajinasi ‘liar’ yang meracik sendiri akhir Harry Potter sebelum Rowling.

Dan konyol rasanya menyadari bahwa sekarang kebanyakan bacaan yang aku lahap di waktu-waktu luang masa-masa jobless aku adalah fanfiksi. Fanfiksi-fanfiksi tentang Twilight lebih tepatnya.

Entah apa penyebab pastinya. Yang pasti adalah awalnya aku ‘lapar’ sekali ingin mengetahui apa yang terjadi dengan karakter-karakter Twilight, terutama Jacob dan Renesmee, pasca Breaking Dawn. Aku googling mengenai Stephenie Meyer, berharap mendapat bocoran tentang kisah lanjutan ini, namun tak mendapat hasil. Bahkan Midnight Sun-nya sendiri harus tertunda di tengah jalan karena ia ‘kehilangan’ mood untuk nulis gara-gara karya mentahnya ini sudah beredar di dunia maya tanpa seizinnya.

Luckily, browsingan aku mampir pada sebuah kisah tentang Jacob dan Renesmee di sebuah situs fanfiction.net. aku tahu itu cuma fanfiksi, dan sebatas rekaan pembaca. Judulnya Hands of Me, ditulis oleh seorang penulis muda asal Georgia yang bernama pena IndependenceIndividuality. Dan, voila, aku sangat menikmati sekali ceritanya. Dengan Renesmee sebagai Point of View, cerita yang disuguhkan cukup detail dan mengalir. Tanpa disadari aku mengikuti cerita itu bab demi bab hingga sekarang menginjak bab 82. fyi, aku memulai membaca pada bab 27.

Kurang puas hanya membaca satu fanfiksi, aku coba membaca fanfiksi-fanfiksi lain tentang Jacob-Nessie, tentang Edward-Bella, dan pasangan-pasangan lainnya dalam Twilight. Dan hasilnya, hmm, sepertinya aku malah jadi gandrung cerita fanfiksi daripada saga Twilight yang asli.
Iya, karena dalam fanfiksi, kita bisa menemukan sosok Jacob yang sangat penyayang (berbeda ketika di New Moon atau Eclipse saat ia jadi ancaman nyata bagi Edward untuk mendapatkan hati Bella dengan utuh), Edward yang lebih nakal atau sisi lain dari seorang Rosalie. Bahkan ada penulis fanfiksi yang menceritakan kisah James dengan Bella, saking dia suka banget ama badboy dan menganggap James adalah figur yang pas.

Mungkin, aku berasumsi sendiri bahwa mungkin aku memang nggak begitu’jatuh hati’ pada Twilight. Mengingat sosok Bella yang begitu beruntung bisa disayangi begitu banyak orang, bahkan mendapatkan cinta dari dua figur sempurna! Dan karakter Edward yang sangat-sangat nggak manusiawi. Lepas dari dia memang bukan manusia, aku membayangkan seorang cowok yang begitu sabar, penyayang, super duper tampan dan punya kekuatan super itu imajinatif sekali ya. Dan ternyata fanfiksi bisa cukup memuaskan aku dengan menyuguhkan sosok lain dari seorang Edward Cullen. Edward yang nakal, suka mbolos, jadi Mafiosi, cuek banget sama Bella, bad boy banget lah, atau bahkan jadi seorang professor sastra ex junkie yang jatuh cinta sama mahasiswanya sendiri. Their Edwards just seemed more.. human. Lol.

Fanfiction.net benar-benar mengakomodir imajinasi liar pembaca untuk menghadirkan sosok dan cerita sesuai bayangan mereka. Dan hasil tulisan mereka nggak jelek-jelek banget kok, bagus malah. Beberapa bahkan bisa dikatakan amazing. Mencermati tiap detail, melakukan proofreading di tiap postingan, mengatur plot dengan seksama, memoles latar belakang tiap angle cerita. Seperti penulis pro. Setidaknya penulis fanfiksi yang pro.

So, finally, aku sampai pada kesimpulan bahwa nggak semua fanfiksi itu ‘dosa’. Dan sah-sah saja untuk menikmati. That’s what words are for, rite? Lol.

Fanfiksi seperti dunia, imajinasi, di dalam fiksi itu sendiri. Dimana kita bisa memainkan tiap karakter, mereka-reka tiap peristiwa yang tak tercakup dalam cerita yang sebenarnya. Dengan bahasa kita sendiri, imajinasi kita sendiri.
Worth to try to read ‘em.
So, have a look to this!!!

Late breezy cloudy afternoon,
Phe.