Even now when I'm alone I've always known with you I am home
For me it's a glance and the smile on your face the touch of your hands And an honest embrace
Aku rindu tetes hujan.For where I lay it's you I keep, This changing world I fall asleep With you all I know is I'm coming home, Coming home
Ritmenya yang menenangkan. Aroma tanah basah yang melipur perih. Kesejukan alami yang menyelubungi.
Aku rindu berjalan di bawahnya. Seperti yang kerap aku lakukan dulu. Hujan mengingatkanku akan keberadaan dirinya. Arakata.
Sepuluh tahun yang panjang. Namun terlalu singkat begitu terlewati. Detik-detik dia ada di sampingku, menemani saat pelatihan berat demi memperkuat circle. Memenuhi takdirku.
Dia takut hujan, itu yang mengingatkanku padanya.
Seperti transformasi dirinya menjadi seekor kucing bermata kelabu, ia juga mewarisi sifat kucing yang agak alergi air. Ribut tak jelas tiap kali aku bermain di bawah hujan, membasuh rasa frustasi akibat latihan berat dan tugas dalam circle.
Sosok manusia-nya mendadak muncul tiap kali aku membandel dan Gregori sudah terlalu lelah dan malas menyuruhku kembali ke mode pelindung alih-alih bertingkah seperti anak kecil berlarian dalam hujan. Gregori licik. Selalu tahu titik lemahku.
Tangannya hangat menggenggam pergelangan tanganku, erat, memfiksasi tubuhku agar berhenti bergerak. Suaranya terdengar jelas meski bersaing agar tak teredam riuh hujan.
Dia memaksaku menatap mata kelabunya. Hingga aku kikuk sendiri.
“Balik!” tegas, namun tak terdengar kasar. Sorot matanya sama kukuh. “Atau lo mau ngebunuh gue dengan hujan-hujanan begini.”
Sebatas itu, dan aku kelu.
Berbagai kalimat untuk menukas balik kata-katanya berkelebat percuma. Hilang sekejap ditelan genggaman hangat dan sorot tegasnya. Dan aku tahu dari balik kanopi teras, Gregori berdiri angkuh dengan senyum kecil yang jarang muncul di wajahnya. Menikmati kekalahanku.
Kalau sudah begitu, aku akan terseret di belakang langkahnya kembali ke Camp.
Sepuluh tahun, dan hujan tak akan pernah terasa sama lagi.
Karena dalam hujan terakhir kali itu, ia pergi. Menghilang dalam deru hujan yang katanya ia benci.
Seketika aku kehilangan genggam hangat dan sorot kukuh yang persisten memaksaku kembali pulang.
Aku rindu hujan.
Meski dalam siluet yang terselubung derai lebat, aku menginginkan sensasi kehadirannya. Kembali ke sini. Di sisiku.
quoted text : Home - Vanessa Carlton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar