Kalau ditanya apa yang berbeda dalam ramadhan kali ini, saya akan jawab : banyak. This is my first Ramadhan away from home. Jauh di Bandung sementara keluarga hampir seluruhnya berada di Cirebon. Sahur dengan menu terbatas dan mungkin itu-itu aja (so far mengingat di awal ramadhan minim penjual makanan untuk sahur). Waktu masih kerja di Cirebon dulu, saya mungkin beberapa kali nggak sahur bareng keluarga di rumah. Tapi itu cuma satu atau dua hari. Dan kalaupun iya saya sahur/buka puasa di luar, kadang ibu 'maksa' saya bawa bekal supaya saya nggak repot jajan di luar.
Saya dulu memang rada baong, walopun sudah diberi bekal tetap jajan di luar.
Tanpa menyadari kalau setelah jauh begini saya kangen semua itu. Tarawih dikelilingi wajah-wajah familiar yang sudah ada sejak kita bayi. Buka puasa dan sahur bareng keluarga, dengan masakan khas ibu dan Uwak-bibi yang emang jago masak. Mendengarkan celotehan adek bungsu yang pingin ikutan sahur tapi ngedumel kalo dibangunin jam tiga.
Saya kangen itu semua. Setelah jauh, seseorang memang baru menyadari berjuta hal yang ia tinggalkan. Tapi bukan Ramadhan bila hanya digunakan untuk nelangsa karena keadaan rantau yang bikin keki.
Ada berjuta ibadah dengan berkali-kali lipat pahala yang sedang di-sale di bulan baik ini. Ada satu malam yang dilelang bagi siapapun yang cukup beruntung hingga bisa mendapat keistimewaan seribu bulan. Ramadhan memang ngangenin. Dimanapun saya sekarang. Walau doa yang kian memendek dalam rutinitas tarawih di tempat yang baru, walau harus dihujani ujian emosi di tempat kerja, walau kadang ada ketidaksukaan menjalar dalam hati, walau irama tadarus hanya samar terdengar. Ramadhan ini tetap berarti.
Saya dulu memang rada baong, walopun sudah diberi bekal tetap jajan di luar.
Tanpa menyadari kalau setelah jauh begini saya kangen semua itu. Tarawih dikelilingi wajah-wajah familiar yang sudah ada sejak kita bayi. Buka puasa dan sahur bareng keluarga, dengan masakan khas ibu dan Uwak-bibi yang emang jago masak. Mendengarkan celotehan adek bungsu yang pingin ikutan sahur tapi ngedumel kalo dibangunin jam tiga.
Saya kangen itu semua. Setelah jauh, seseorang memang baru menyadari berjuta hal yang ia tinggalkan. Tapi bukan Ramadhan bila hanya digunakan untuk nelangsa karena keadaan rantau yang bikin keki.
Ada berjuta ibadah dengan berkali-kali lipat pahala yang sedang di-sale di bulan baik ini. Ada satu malam yang dilelang bagi siapapun yang cukup beruntung hingga bisa mendapat keistimewaan seribu bulan. Ramadhan memang ngangenin. Dimanapun saya sekarang. Walau doa yang kian memendek dalam rutinitas tarawih di tempat yang baru, walau harus dihujani ujian emosi di tempat kerja, walau kadang ada ketidaksukaan menjalar dalam hati, walau irama tadarus hanya samar terdengar. Ramadhan ini tetap berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar