--
Karenina nggak pernah bisa benar-benar menyukai mocca. Dalam berbagai
bentuk : cairan, krim dalam roti atau sandwich, atau apapun. Rasanya
lengket, berminyak dan terkadang kepalang manis.
Lidah Nina -biasa Karenina disapa- sepertinya terlanjur mengenali
mocca sebagai antigen. Ada saja gejala ketidaknyamanan tubuh saat Nina
harus berurusan dengan mocca, terutama bila harus mengonsumsinya.
Namun entah karena menyengatnya Bandung yang jarang terjadi. Atau
mungkin karena cuilan-cuilan frustasi yang menderanya belakangan. Atau
mungkin juga sekedar dahaga, nina menenggak mocca dari cangkir
Jessica, sahabat sekaligus rekan kerjanya, saat mereka ngaso sebentar
di Coffee Pot & Snacks sore itu. Minus mual-mual yang biasanya
mengiringi begitu indera pengecap Nina bersentuhan dengan rasa mocca.
Jessi hanya mampu memandang Nina tanpa berkedip. Ikut-ikutan shock.
"You okay?" tanya Jessi takut-takut, setengah tangannya terulur. Siap
meraih bila Nina tiba-tiba jatuh pingsan --efek paling ekstrem dalam
sejarahnya bersama mocca.
"Perfect!" suara Nina melengking tak wajar. Sesaat ia membasahi bibir
dengan lidah, menghilangkan jejak mocca yang tertinggal di sana.
Pandangannya tak fokus pada Jessi. Ia menatap ruang kosong di seberang
jendela kaca besar Coffee Pot and Snacks.
"Nin.." Jessi mengulang, lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa
sahabatnya masih waras setelah aksi-tenggak-moccanya tadi.
Hening.
Seperti merasakan sesuatu yang buruk bakal terjadi, Jessi mendadak
memiliki dorongan besar untuk menarik Nina keluar dari Coffee Pot.
Namun terlambat. Nina lebih dulu meledak.
"I was trying to fix things between us, Jess.." bisik Nina lirih,
masih tanpa menatap sahabatnya.
Sebelah alis Jessi terangkat, sepertinya guncangan akibat peristiwa
beberapa jam yang lalu masih mendera Nina.
"You did the right thing, Nin.."
"I was trying to apologize, Jess.."
Jessica mengangguk cepat, "you showed it right, dear. Trust me!"
"Kalau apa yang aku lakukan tepat, kenapa dia cuma memandang skeptis
aku dan ngerespon: You've hurt me!!?" Nina setengah berteriak di sana,
membuahkan tatapan aneh sekaligus penasaran dari pengunjung lain.
Dua pelayan masing-masing dari pintu dapur dan belakang konter
pemesanan bersiap mengangkat apron kalau-kalau ada pertikaian terjadi.
Kali ini pandangan Karenina kembali ke wajah Jessi, menatapnya sendu.
Seperti memohon jawaban, pengampunan.
"He hates me, Jess.. A lot!"
-
of dreams | of life | about love | of bitter reality | of hopes and wishes | about you. Yes, you.
Selasa, 22 Februari 2011
at-a-glance fics #1
prompt : mocca
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar